Pengalaman belajar yang bermakna bagi Anak Usia Dini

 Pengalaman Belajar yang Bermakna bagi Anak Usia Dini


A. Nilai Filosofi Guru

  Untuk memberikan gambaran bagaimana cara pandang guru dapat mempengaruhi praktik pedagogis guru, kita bisa mengambil contoh dari tulisan Ki Hadjar Dewantara (1977, hal. 22-23). Beliau menyebutkan adanya 3 aliran yang memiliki cara pandang berbeda terhadap anak, yaitu 

1. Ada aliran yang menganggap anak sebagai kertas kosong.

2. Ada yang menganggap anak sebagai kertas yang sudah ditulisi dengan tinta yang jelas sepenuhnya

3. Ada aliran yang memandang anak sebagai kertas yang telah ditulisi, namun tulisan tersebut masih suram. 

 Ki Hadjar Dewantara, yang memandang anak sebagai kertas yang telah memiliki tulisan, namun suram. Tugas pendidikan adalah “menebalkan segala tulisan yang suram itu dan berisi baik” sedangkan tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan jangan sampai menjadi tebal. Sejalan dengan cara pandang tersebut, Ki Hadjar menuliskan dasar-dasar pendidikan yang mengatakan “Pendidikan, yaitu tuntunan dalam tumbuhnya anakanak”. Ki Hadjar mengilustrasikan bahwa tiap anak telah memiliki kodrat hidupnya masing-masing. Tugas gurulah nanti mengenali kodrat anak supaya dapat menyiapkan lingkungan yang memelihara dan menuntun tumbuhnya anak-anak sehingga mereka dapat tumbuh dengan baik (Dewantara, 1977:. 21). 

Nilai filosofis yang terkandung dalam ajaran Ki Hadjar Dewantara memiliki implikasi praktis terhadap praktik pembelajaran guru dan anak, antara lain sebagai berikut:

1. Guru memandang anak sebagai sosok yang berdaya 

  Implikasi dari cara pandang tersebut adalah terjadinya penghargaan dan kesetaraan dalam interaksi guru dan peserta didik. Anak tidak dipandang sebagai gelas kosong yang harus dijejali pengetahuan dan harus mengikuti agenda guru. Guru menuntun anak dalam belajar sehingga pada saatnya nanti anak dapat mengatur dirinya sendiri. 

Untuk membantu guru dalam implementasi pembelajaran, guru dapat mencari referensi pendekatan dan model pembelajaran yang sesuai dengan cara pandang ini. Pendekatan proyek, pendekatan Reggio Emilia, Montessori, Bank Street, HighScope, Waldorf adalah beberapa contoh pendekatan yang juga memiliki nilai filosofis yang memandang anak sebagai sosok yang berdaya. 

2. Bermain adalah Belajar

Dalam tulisannya, Ki Hadjar Dewantara menggaris bawahi bermain sebagai sifat alami anak-anak. Melalui bermain, anak-anak belajar tentang dunianya. Melalui bermain pula anak-anak mengasah seluruh panca indranya

Implikasi ini adalah pada penggunaan material yang kaya akan sensorial untuk stimulasi indra anak. Ki Hadjar menuliskan bagaimana benda yang ada di sekitar anak seperti biji-bijian, kayu, dan aneka barang lain merupakan material bermain anak. Implikasi lain adalah pada penggunaan material yang kaya akan sensorial untuk stimulasi indra anak. Ki Hadjar menuliskan bagaimana benda yang ada di sekitar anak seperti biji-bijian, kayu, dan aneka barang lain merupakan material bermain anak.

 Konsep bermain sama dengan belajar sebenarnya, bukan hal baru dalam konteks PAUD. Kurikulum PAUD sebelum ini pun sudah banyak membahas tentang bermain-belajar. Namun, implementasinya tidak benar-benar bisa terlaksana. Banyak guru merasa bahwa pembelajaran sudah menyiapkan kegiatan bermain, tetapi sebenarnya belum.

3. Topik pembelajaran yang berangkat dari minat anak, kontekstual, dan tidak memisahkan anak dari identitas budayanya.

Dalam tulisannya, Ki Hadjar Dewantara menekankan bagaimana dekatnya minat anak dengan alam dan masyarakatnya (Dewantara, 1977: 287). Hubungan kedekatan dengan alam dan masyarakatnya ini perlu untuk dijaga supaya anak tidak kehilangan jati dirinya. 

Satu hal yang menarik dari pendekatan berbasis alam adalah selain mendukung penguatan CP jati diri pada anak, pendekatan berbasis alam memiliki potensi penguatan CP nilai agama dan budi pekerti. Pendekatan ini memiliki potensi untuk meningkatkan kepekaan rohani dan kepekaan rasa anak terhadap alam. Dapat dikatakan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis alam memiliki tujuan ganda: mengoptimalkan perkembangan anak, sekaligus memastikan terjaganya kelestarian alam. 

4. Pelibatan orangtua dan masyarakat sebagai mitra

Nilai filosofis ini masih terkait erat dengan poin sebelumnya. Pelibatan orangtua dan masyarakat sebagai mitra adalah faktor penting dalam pembentukan jati diri anak. 

B. Penataan Lingkungan Belajar

Lingkungan belajar yang penataannya menarik akan membangkitkan minat anak bermain. Lingkungan belajar di PAUD penataannya juga harus memerhatikan beberapa hal agar sesuai tujuan yang ingin dibangun. 

1. Berpusat pada anak

2. Inklusif

3. Aman dan nyaman

4. Kaya material terbuka (Loose Parts)

5. Melibatkan keluarga dan masyarakat 

C. Peran Guru sebagai Fasilitator

Fasilitator artinya bahwa guru lebih banyak berperan sebagai orang yang membantu dan mendukung anak untuk belajar. Anak dipandang sebagai seseorang yang ‘berdaya’, dapat memilih hal apa yang hendak dipelajari dan bagaimana mempelajarinya.Sebagai fasilitator, guru memberikan dukungandukungan pada proses belajar anak dengan menciptakan pengalaman belajar yang berangkatnya dari minat dan kebutuhan mereka dan mengeksplorasi ide mereka.

Ada 2 keterampilan penting yang perlu dimiliki guru supaya guru dapat melakukan komunikasi yang dapat memfasilitasi pembelajaran bermakna bagi anak.

1. Keterampilan Mendengar Aktif

Guru mau mendengarkan apa yang dikomunikasikan anak, tidak menggunakan persepsinya sendiri. 

Mendengar aktif juga perlu melibatkan indra penglihatan, bahkan pikiran dan hati kita. 

• Telinga kita mendengarkan celoteh anak.

• Mata kita melihat raut wajah anak, pandangan mata anak, gerakan tubuh, dan apa yang sedang dilakukan anak.

• Hati kita merasakan emosi apa yang sedang dirasakan oleh anak saat itu. 

• Pikiran kita kosongkan dari agenda-agenda pribadi kita dan kita fokuskan benarbenar pada apa yang sedang dikomunikasikan oleh anak melalui permainan mereka. 

2. Keterampilan memberikan pertanyaan terbuka dan pertanyaan yang memantik keterampilan berpikir tingkat tinggi pada anak (Higher Order Thinking Skills/HOTS).

a. Pertanyaan Terbuka

Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memiliki banyak alternatif jawaban yang tidak menuju pada satu jawaban benar saja.

b. Pertanyaan HOTS

Benjamin Bloom membagi keterampilan berpikir pada manusia menjadi 6 tingkatan. Keenam tingkatan berpikir manusia dalam taksonomi Bloom, yaitu: (1) mengetahui, (2) memahami, (3) mengaplikasikan, (4) menganalisis, (5) mengevaluasi, hingga (6) mencipta. 

Tingkatan 1 sampai 3 dikategorikan sebagai tingkat rendah atau LOTS dan tingkat 4 sampai 6 dikategorikan sebagai HOTS

Komentar